Thursday, March 17, 2016

JURNAL ESSENSIALISME

PANDANGAN DAN PENERAPAN PENDIDIKAN SECARA  ESSENSIALISME
Jaka Satria Himawan (201533207)
 Farida Akhmad Sulistiani .H (201533165)
Mahasiswa Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan, Program Studi
Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Universitas Muria Kudus
Gondang Manis Bae Kudus (0291)438229
ABSTRAK
Pendidikan adalah suatu hal yang sangat penting dan dibutuhkan oleh setiap manusia yang hidup di dunia. Melalui pendidikanseseorang akan mengetahui banyak hal dan pengetahuan. Pendidikan perlu adanya pandangan serta penerapan yang sistematis ,salah satunya adalah pandangan dan penerapan  secara Essensialisme. Essensialisme merupakan pendidikan yang didasarkan kepada nilai-nilai kebudayaan yang telah ada sejak awal peradaban umat manusiaTujuan pendidikan esensialisme adalah menyampaikan warisan budaya dan sejarah melalui suatu inti pengetahuan yang telah terakumulasi, serta telah bertahan sepanjang waktu untuk diketahui oleh semua orang. Pengetahuan inimencakup ilmu pengetahuan, kesenian dan segala hal yang mampu menggerakkan kehendak manusia diikuti oleh keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang tepat untuk membentuk unsur-unsur pendidikan yang inti (esensial), pendidikan diarahkan mencapai suatu tujuan yang mempunyai standart akademik yang tinggi, serta pengembangan intelek atau kecerdasan.

Kata Kunci      : Pandangan, Pendidikan, Essensialisme



ABSTRACT
Education is a very important and needed by every human being living in the world. Through education one may know many things and knowledge. Education is necessary to view as well as the application of systematic, one of which is the view and the application of essentialism. Essentialism is an education based on the values ​​of the culture that has existed since the beginning of human civilization essentialism educational aim is to convey the cultural heritage and history through a core knowledge that has been accumulated, and has survived all the time to be known by everyone. This knowledge includes science, art and all things that can move the human will be followed by the skills, attitudes and values ​​appropriate to establish the elements of education core (essential), education geared towards achieving a goal that has a standard of high academic, and the development of intellect or intelligence.

Keywords        : Viewpoint, Education, Essentialism



I.                   LATAR BELAKANG

Pendidikan adalah upaya mengembangkan potensi-potensi manusiawi peserta didik baik potensi fisik, potensi cipta, rasa, maupun karsanya, agar potensi itu menjadi nyata dan dapat berfungsi dalam perjalanan hidupnya. Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting dan dibutuhkan oleh setiap manusia yang hidup di dunia. Melalui pendidikanseseorang akan mengetahui banyak hal dan pengetahuan yang bisa diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan selalu mengalami perkembangan pemikiran serta munculnya berbagai macam pro dan kontra. Makapendidikan perlu adanya pandangan dan penerapan yang sistematis ,salah satunya adalah pandangan dan penerapan  secara Essensialisme. Essensialisme merupakan pendidikan yang didasarkan kepada nilai-nilai kebudayaan yang telah ada sejak awal peradaban umat manusia.

Esensialisme muncul pada zaman Renaissance dengan ciri-ciri utama yang berbeda dengan progresivisme.Perbedaannya yang utama ialah dalam memberikan dasar berpijak pada pendidikan yang penuh fleksibilitas, di mana serta terbuka untuk perubahan, toleran dan tidak ada keterkaitan dengan doktrin tertentu.Esensialisme memandang bahwa pendidikan harus berpijak pada nilai-nilai yang memiliki kejelasan dan tahan lama yang memberikan kestabilan dan nilai-nilai terpilih yang mempunyai tata yang jelas.
Idealisme dan realisme adalah aliran filsafat yang membentuk corak esensialisme. Dua aliran ini bertemu sebagai pendukung esensialisme, akan tetapi tidak lebur menjadi satu dan tidak melepaskan sifatnya yang utama pada dirinya masing-masing.
Dengan demikian Renaissance adalah pangkal sejarah timbulnya konsep-konsep pikir yang disebut esensialisme, karena itu timbul pada zaman itu, esensialisme adalah konsep meletakkan sebagian ciri alam pikir modern.Esensialisme pertama-tama muncul dan merupakan reaksi terhadap simbolisme mutlak dan dogmatis abad pertengahan.Maka, disusunlah konsep yang sistematis dan menyeluruh mengenai manusia dan alam semesta, yang memenuhi tuntutan zaman.

II.                PERUMUSAN MASALAH
Dengan adanya latar belakang diatas maka dalam penelitian jurnal ini dapat diambil rumusan masalah bagaimana Pandangan dan Penerapan Pendidikan secara Essensialisme.
Tujuan dalam penelitian ini dibuat untukmenjelaskan bagaimana Pandangan dan Penerapan Pendidikan secara Essensialisme.


III.             TINJAUAN PUSTAKA
a.       Pendidikan
Pendidikan adalah pembelajaran, pengetahuan, keterampilan dan kebiasaaan sekelompok orang yang di turunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya melalui pengajaran, pelatihan, atau penelitian. Pendidikan sering terjadi di bawah bimbingan orang lain, tetapi juga memungkinkan secara otodidak. Setiap pengalaman yang memililiki efek formatif pada cara orang berfikir, merasa atau tindakan dapat dianggap pendidikan. Pendidikan juga dapat diartikan yakni segala kegiatan pembelajaran yang berlangsung sepanjang zaman dalam segala situasi kegiatan kehidupan serta upaya mengembangkan potensi-potensi manusiawi peserta didik baik potensi fisik, potensi cipta, rasa, maupun karsanya, agar potensi itu menjadi nyata dan dapat berfungsi dalam perjalanan hidupnya.

b.      Essensialisme
Essensialisme adalah pendidikan yang didasarkan kepada nilai-nilai kebudayaan yang telah ada sejak awal peradaban umat manusia.

c.       Pandangan
Pandangan adalahsebuah hasil penalaran, pemikiran akal, sehingga dapat diakui kebenarannya.

d.      Penerapan
Penerapan adalah suatu perbuatan mempraktekkan suatu teori, metode, dan hal lain untuk mencapai tujuan tertentu dan untuk suatu kepentingan yang diinginkan oleh suatu kelompok atau golongan yang telah terencana dan tersusun sebelumnya.


IV.             PEMBAHASAN

A.    Konsep Pendidikan Esensialisme
Esensialisme merupakan aliran pendidikan yang didasarkan kepada nilai-nilai kebudayaan yang telah ada sejak awal peradaban umat manusia.Esensialisme muncul pada zaman Renaissance dengan ciri-ciri utama yang berbeda dengan progresivisme.Perbedaannya yang utama ialah dalam memberikan dasar berpijak pada pendidikan yang penuh fleksibilitas, di mana serta terbuka untuk perubahan, toleran dan tidak ada keterkaitan dengan doktrin tertentu.Esensialisme memandang bahwa pendidikan harus berpijak pada nilai-nilai yang memiliki kejelasan dan tahan lama yang memberikan kestabilan dan nilai-nilai terpilih yang mempunyai tata yang jelas.
Dengan demikian, Renaissance adalah pangkal sejarah timbulnya konsep-konsep pikir yang disebut esensialisme, karena itu timbul pada zaman itu, esensialisme adalah konsep meletakkan sebagian ciri alam pikir modern.Esensialisme pertama-tama muncul dan merupakan reaksi terhadap simbolisme mutlak dan dogmatis abad pertengahan.Maka, disusunlah konsep yang sistematis dan menyeluruh mengenai manusia dan alam semesta, yang memenuhi tuntutan zaman.
Realisme modern, yang menjadi salah satu eksponen esensialisme, titik berat tinjauannya adalah mengenai alam dan dunia fisik, sedangkan idealisme modern sebagai eksponen yang lain, pandangan-pandangannya bersifat spiritual.John Butler mengutarakan ciri dari keduanya yaitu, alam adalah yang pertama-tama memiliki kenyataan pada diri sendiri, dan dijadikan pangkal berfilsafat.

B.     Pandangan dan Penerapan Secara Essensialisme di Bidang Pendidikan
a)      Pandangan Esensialisme Mengenai Kurikulum
Menurut aliran esensialisme kurikulum pendidikan lebih diarahkan pada fakta-fakta (nilai-nilai), kurikulum pendidikan esensialisme berpusat pada mata pelajaran.Dalam hal ini ditingkat sekolah dasar misalnya, kurikulum lebih ditekankan pada beberapa kemampuan dasar, diantaranya yaitu kemampuan menulis, membaca dan berhitung.Kurikulum ideal adalah kurikulum yang memberikan para siswa kebebasan individual yang luas dan mensyaratkan mereka untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan, melaksanakan pencarian-pencarian mereka sendiri, dan menarik kesimpulan-kesimpulan mereka sendiri.Kurikulum esensialisme memberikan perhatian yang besar terhadap human dan seni, agar individu dapat mengadakan intropeksi dan mengenalkan gambaran dirinya.Pelajar harus didorong untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang dapat mengembangkan keterampilan yang dibutuhkan, serta memperoleh pengetahuan yang diharapkan.Dalam hal ini menurut pandangan esensialisme kurikulum yang diterapkan dalam sebuah proses belajar mengajar lebih menekankan pada penguasaan berbagai fakta dan pengetahuan dasar merupakan sesuatu yang sangat esensial bagi kelanjutan suatu proses pembelajaran dan dalam upaya untuk mencapai tujuan pendidikan secara umum (penguasaan fakta dan konsep dasar disiplin yang esensial merupakan suatu keharusan).

b)      Pandangan Esensialisme Mengenai Metode Pendidikan
Dalam pandangan esensialisme, metode yang digunakan dalam proses belajar mengajar lebih tergantung pada inisiatif dan kreatifitas pengajar (guru), sehingga dalam hal ini sangat tergantung pada penguasaan guru terhadap berbagai metode pendidikan dan juga kemampuan guru dalam menyesuaikan antara berbagai pertimbangan dalam menerapkan suatu metode sehingga bisa berjalan secara efektif. Pendidikan berpusat pada guru (teacher centered), umumnya diyakini bahwa pelajar tidak betul-betul mengetahui apa yang diinginkan dan mereka harus dipaksa belajar. Metode utama adalah latihan mental, misalnya melalui diskusi dan pemberian tugas, penguasaan pengetahuan, misalnya melalui penyampaian informasi dan membaca.

c)      Pandangan Esensialisme Mengenai Pelajar
Dalam pandangan esensialisme sekolah bertanggung jawab untuk memberikan pengajaran yang logis atau terpercaya pada peserta didik, sekolah berwenang untuk mengevaluasi belajar siswa. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa siswa adalah makhluk rasional dalam kekuasaan pengaruh fakta dan keterampilan-keterampilan pokok yang diasah melakukan latihan-latihan intelek atau berfikir, siswa ke sekolah adalah untuk belajar bukan untuk mengatur pelajaran sesuai dengan keinginannya. Dalam hal ini sangat jelas dalam pandangan esensialisme bahwa pelajar harus diarahkan sesuai dengan nilai-nilai yang sudah diakui dan tercantum dalam kurikulum, bukan didasarkan pada keinginannya.

d)     Pandangan Esensialisme Mengenai Pengajar
Guru mempunyai peranan dalam proses belajar yakni sebagai orang yang mempengaruhi dan menguasai kegiatan di kelas serta guru sebagai contoh dalam pengawasan nilai-nilai dan penguasaan penguasaan pengetahuan/gagasan yang hendak ditanamkan kepada peserta didik.
Dengan kata lain dalam pandangan esensialisme dalam proses belajar mengajar, pengajar(guru) mempunyai peranan yang sangat dominan dibanding dengan peran siswa, hal ini tidak terlepas dari pandangan mereka tentang kurikulum dan juga tentang siswa dimana siswa harus diarahkan sesuai dengan kurikulum yang sesuai dengan nilai-nilai yang sudah teruji dan tahan lama. Guru harus mampu membimbing dan mengarahkan siswa dengan seksama sehingga siswa mampu berfikir relative dengan melalui pertanyaan-pertanyaan. Dalam arti, guru tidak mengarahkan dan tidak memberi instruksi. Guru hadir dalam kelas dengan wawasan yang luas agar betul-betul menghasilkan diskusi tentang mata pelajaran. Pandangan esensialisme lebih menfokuskan pada pengalaman-pengalaman kita.Dengan mengatakan bahwa yang nyat adalah yang dialaminya bukan diluar kita.Jika manusia mampu menginterpretasikan semuanya terbangun atas pengalamannya. Peranan guru adalah melindungi dan memelihara kebebasan akademik namun disisi lain guru sebagai motivator dan fasilitator.


C.     Pandangan dan Sikap Tentang Aliran Esensialisme

1.      Pandangan secara Ontologi
Sifat yang menonjol dari ontology esensialisme adalah suatu konsep bahwa dunia ini dikuasai oleh tata yang tiada cela, yang mengatur isinya dengan tiada ada pula. Tujuan umum aliran ini adalah membentuk pribadi bahagia di dunia dan di akhirat yang isi pendidikannya mencakup  ilmu pengetahuan, kesenian dan segala hal yang mampu menggerakkan kehendak manusia.
2.      Pandangan secara Epistimologi
Teori kepribadian manusia sebagai refleksi Tuhan adalah jalan untuk mengerti epistimologi esensialisme. Sebab jika manusia mampu menyadari realita sebagai mikrokosmos dan makrokosmos, maka manusia pasti mengetahui dalam tingkat atau kualitas apa rasionya mampu memikirkan kesemestaannya.Berdasarkan kualitas inilah dia memperoduksi secara tepat pengetahuannya dalam benda-benda, ilmu alam, biologi, sosial, dan agama.
3.      Pandangan secara Axiologi
Dasar ontologi dan epistemologi sangat mempengaruhi pandangan aksiologi.Bagi aliran ini, nilai-nilai berasal, tergantung pada pandangan-pandangan idealisme dan realisme sebab esensialisme terbina oleh keduanya; idealisme melihat sikap, tingkah laku maupun ekspresi feeling manusia mempunyai hubungan dengan kualitas baik dan buruk.Sedang realisme melihat sumber pengetahuan manusia terletak pada keteraturan lingkungan hidup.Sehingga nilai baik dan buruk didasarkan atas keturunan dan lingkungan.
Menurut esensialisme memiliki pandangan aksiologi dimana di antara prinsip-prinsip yang terpenting yang mengandung nilai praktis di bidang pendidikan adalah; keyakinan bahwa akhlak termasuk diantara makna yang terpenting dalam hidup ini. Akhlak tidak terbatas pada penyusunan hubungan antara manusia dengan yang lainnya tetapi lebih dari itu juga mengatur hubungan manusia dengan segala yang tercipta di dalam wujud dan kehidupan bahkan mengatur hubungan antara hamba dengan Tuhan 

V.                KESIMPULAN

Kesimpulan dari jurnal ini adalah, aliran esensialisme menitik beratkan pada “Aku”, dimana seseorang telah lahir sebagai individu yang memiliki karakteristik berbeda dengan individu lainnya(termasuk berbeda dalam berargumen). Konsep yang dijunjung adalah proses mentransmisikan seni, keilmuan, serta nilai moralitas yang berguna untuk membentuk peradaban. Yang memilki tujuan dan fungsi untuk memperkenalkan generasi muda terhadap tuntutan peradaban hidup serta menyampaikan warisan budaya yang dihimpun dalam ilmu pengetahuan. Kaitannya dengan pendidikan, aliran esensialisme ini menggunakan kurikulum yang memuat hal umum, konstan, dan pola bervariasi, tergantung situasi sekolah dan kebutuhan siswa sebagai individu. Serta memuat dasar keterampilan yang harus berisikan materi yang meliputi sejarah, matematika, sains dan bahasa. Sehingga dalam implikasi pendidikan, esensialisme menggunakan metode pendidikan yang berpusat pada guru, kedudukan guru sebagai pihak pengelola aktivitas pembelajaran yang utama. Namun ada beberapa kendala dari aliran esensialisme ini, salah satunya adalah siswa kurang beradaptasi dengan kebudayaan suatu daerah.

B I O D A T A D I R I

Hello guys !!
Selamat datang diblogku :)
Kali ini aku bakalan posting tentang Biografiku.
Simak yuuukk !!

Nama Lengkap      : FARIDA AKHMAD SULISTIANI HIDAYATULLAH
Nama Panggilan    : FARIDA
TTL                       : KUDUS, 11 JANUARI 1998
Alamat                   : Dukuh Sumber Bulusan RT3/5, Desa Hadipolo,
                                 Kecamatan Jekulo Kabupaten Kudus
Agama                   : ISLAM
Hobi                       : Advanture, Baca Novel, cari hal yang menantang dan seru
Makanan Favorit    : Sate Ayam, Bakso, Nasi Goreng, Ayam
Minuman Favorit   : Orange Juice

Riwayat Sekolah    : 1) SD 1 Tenggeles (4 tahun)
                                 2) SD 3 Dersalam ( 2 tahun)
                                 3) SMP 2 BAE (2009-2012)
                                 4) SMA 2 BAE (2012-2015) - JURUSAN IPA
                                 5) UNIVERSITAS MURIA KUDUS
                                     (PRODI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR-S1 -  NIM 201533165)

Riwayat Organisasi : 1) GITA BAHANA REMAJA MARCHING BAND SMP 2 BAE
                                  2) KERANI AMBALAN AMBOROWATI SMA 2 BAE (2013-2014)
                                  3) ASTRONOMI DABA SMA 2 BAE KUDUS
                                  4) KETUA DEWAN SAKA PARIWISATA KUDUS (2013-2014)
                                  5) KETUA ORMASH PUTRI SUMBER HADIPOLO
                                  6) KONTINGEN JAWA TENGAH  PERANSAKA NASIONAL 2015

Pengalaman           : 1) JUARA HARAPAN III MBAK DUTA WISATA KUDUS TAHUN 2014
                                 2) JUARA FAVORIT MBAK DUTA WISATA KUDUS TAHUN 2014
                                 3) JUARA III DUTA PRAMUKA PARIWISATA JAWA TENGAH 2014
                                 4) JUARA I ORASI KESEHATAN UNIVERSITAS MURIA KUDUS 2015
                                 5) 10 BESAR FINALIS MAS MBAK DUTA WISATA KUDUS TAHUN 2015
                                 6) JUARA III PEMBACAAN UUD 1945 SMA 2 BAE KUDUS
                                 7) JUARA II PERAGAAN BUSANA DAERAH PERANSAKA NASIONAL
                                     TINGKAT NASIONAL 2015
                                8) MENGIKUTI LOMBA PENEGAK 2 TINGKAT KARISIDENAN PATI
                                9) MENGIKUTI LOMBA GPLA SMA 3 SEMARANG TINGKAT JATENG

Masih banyak sekali pengalaman yang belum bisa saya sebut.
Yang terpenting adalah kita harus bisa memanfaatkan waktu dan kesempatan sebaik mungkin.
Masih muda, carilah pengalaman sebanyak-banyaknya yang positif.
Dari pengalaman itulah,kita akan banyak belajar tentang kehidupan. Perlu berpikir logis, kritis, inisiatif, dan santun. Jadilah sosok yang ramah kepada siapapun, jangan banyak gengsi, bertanggung jawab, supel, ceria, sopan, dan bisa memposisikan diri dalam sikon apapun.
Dan yang terpenting, jangan MALU ataupun TAKUT selama kita berada diposisi yang benar.


-Smaal deeds is more precicus than great talk-
Salam CERIA ! :)



                               



Wednesday, March 16, 2016

PENYESUAIAN DIRI REMAJA - PPT

Assalamualaikum wr. wb
Buat Teman-teman yang ingin mengetahui secara jelas tentang Power Point Penyesuaian Diri Remaja, silakan bisa download file di bawah ini :


Semoga bermanfaat :)
Terima kasih
Wasssalamualaikum wr.wb

Wednesday, March 9, 2016

KARAKTERISTIK PENYESUAIAN DIRI REMAJA

MAKALAH
KARAKTERISTIK PENYESUAIAN DIRI REMAJA

logo umk-universitas muria kudus.png
Di susunoleh :
1.      JakaSatriaHimawan                      (201533207)
2.      Farida AkhmadSulistiani .H         (201533165)
3.      SeptianaHikmahPratiwi                (201533187)

 


Prodi Pendidikan Guru SekolahDasar
FakultasKeguruanIlmuPendidikan
UniversitasMuria Kudus

Tahun 2015


BAB I
PENDAHULUAN 
1.1     Latar Belakang
Makna akhir dari hasil pendidikan seseorang individu terletak pada sejauh mana hal yang telah dipelajari dapat membantunya dalam menyesuaikan diri dengan kebutuhan-kebutuhan hidupnya dan pada tuntutan masyarakat. Berdasarkan pengalaman-pengalaman yang didapat di sekolah dan di luar sekolah ia memiliki sejumlah pengetahuan, kecakapan, minat-minat, dan sikap-sikap. Dengan pengalaman-pengalaman itu ia secara berkesinambungan dibentuk menjadi seorang pribadi seperti apa yang dia miliki sekarang dan menjadi seorang pribadi tertentu di masa mendatang.
Seseorang tidak dilahirkan dalam keadaan telah mampu menyesuaikan diri atau tidak mampu menyesuaikan diri. Kondisi fisik, mental dan emosional dipengaruhi dan diarahkan oleh faktor-faktor lingkungan dimana kemungkinan akan berkembang proses penyesuaian yang baik atau yang salah.
Sejak lahir sampai meninggal seorang individu merupakan organisme yang aktif.Ia aktif dengan tujuan dan aktifitas yang berkesinambungan. Ia berusaha untuk memuaskan kebutuhan-kebutuhan jasmaninya dan juga semua dorongan yang memberi peluang kepadanya untuk berfungsi sebagai anggota kelompoknya. Penyesuaian diri adalah suatu proses. Dan salah satu ciri pokok dari kepribadian yang sehat mentalnya adalah memiliki kemampuan untuk mengadakan penyesuaian diri secara harmonis, baik terhadap diri sendiri maupun terhadap lingkungannya.

1.2  Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan penyesuaian diri ?
2.      Bagaimanakah proses penyesuaian diri ?
3.      Apa saja karakteristik penyesuaian diri ?
4.      Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi proses penyesuaian diri ?
5.      Apa saja permasalahan-permasalahan penyesuaian diri remaja ?
6.      Bagaimanakah implikasi penyesuaian diri remaja terhadap penyelenggaraan pendidikan ?
1.3    Tujuan Penulisan
Adapun yang menjadi tujuan dalam pembuatan makalah ini adalah:
1.      Untuk memenuhi tugas mata kuliah perkembangan peserta didik
2.      Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan penyesuaian diri
3.      Untuk mengetahui tentang bagaimana proses penyesuaian diri
4.      Untuk mengetahui apa saja karakteristik penyesuaian diri
5.      Untuk mengetahui apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi proses penyesuaian diri
6.      Untuk mengetahui apa saja permasalahan-permasalahan penyesuaian diri remaja
7.      Untuk mengetahui bagaimana implikasi penyesuaian diri remaja terhadap penyelenggaraan pendidikan






BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Penyesuaian Diri
Beberapa pengertian:
Ø  Penyesuaian diri merupakan suatu proses dinamis yang bertujuan untuk mengubah perilaku individu agar terjadi hubungan yang lebih sesuai antara diri individu dengan lingkungannya. Atas dasar pengertian tersebut dapat diberikan batasan bahwa kemampuan manusia sanggup untuk membuat hubungan-hubungan yang menyenangkan antara manusia dengan lingkungannya.
Ø  Penyesuaiandiri dalam bahasa aslinya dikenal dengan istilah adjustment atau personal adjustment. Schneiders berpendapat bahwa penyesuaian diri dapat ditinjau dari tiga sudut pandang, yaitu: penyesuaian diri sebagai adaptasi (adaptation), penyesuaian diri sebagai bentuk konfornitas (conformity), dan penyesuaian diri sebagai usaha penguasaan (mastery).
Selain pengertian di atas, ada juga defenisi atau pengertian penyesuaian diri menurut
para ahli, diantaranya adalah :
Schneiders (1964) menyatakan bahwa penyesuaian diri mempunyai banyak arti antara lain: usaha manusia untuk mengurangi tekanan akibat dorongan kebutuhan, usaha untuk memelihara keseimbangan antara pemenuhan dan tuntutan lingkungan serta usaha untuk menyeiaraskan hubungan individu dengan realitas. la memberikan batasan penyesuaian diri sebagai proses yang melibatkan respon mental dan perilaku manusia dalam usaha mengatasi dorongan-dorongn dari dalam diri agar diproses kesesuaian antara tuntutan dari dalam diri dan lingkungan. Hal ini berarti penyesuaian diri merupakan suatu proses yang dinamis dan bukan suatu kondisi yang stastis.
Menurut Meichati (1983) kunci penyesuaian diri terletak pada keberhasilan manusia memenuhi dorongan dari dalam dan dari luar, di mana cara yang dilakukan untuk memenuhi dorongan tersebut baik bagi dirinya tetapi juga baik untuk lingkungan. Penyesuaian diri merupakan cara individu bergaul dengan diri sendiri, orang lain dan dengan lingkunganya.
Dengan demikian, berdasarkan pendapat-pendapat di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa penyesuaian diri adalah merupakan kemampuan aktivitas mental dan tingkah laku individu dalam menghadapi tuntutan baik dari dalam diri (personal) maupun dari lingkungan (sosial) demi memenuhi kebutuhan-kebutuhannya dengan penuh rasa bahagia dan memuaskan.
Makna Masa Remaja
                        Fenomena perubahan-perubahan psikofisik yang menonjol terjadi dalam masa remaja:
1.      Freud (yang teori kepribadiannya berorientasikan kepada seksual libido, dorongan seksual), menafsirkan masa remaja sebagai suatu masa mencari hidup seksual yang mempunyai bentuk yang definitive karena perpaduan(unifikasi) hidup seksual yang banyak bentuknya (poly-morph) dan infantile (sifat kekanak-kanakan).
2.      Charlotte Buhler (yang membandingkan proses pendewasaan pada hewan dan manusia), menafsirkan masa remaja sebagai masa kebutuhan isi-mengisi. Individu menjadi gelisah dalam kesunyiannya, lekas marah, dan bernafsu dan dengan ini tercipta syarat-syarat untuk kontak dengan individu lain.
3.      Spranger (yang teori kepribadiannya berorientasikan kepada sikap individu terhadap nilai-nilai), menafsirkan masa remaja itu sebagai suatu masa pertumbuhan dengan perubahan struktur kejiwaan yang fundamental ialah kesadaran akan aku, berangsur-angsur menjadi jelasnya tujuan hidup, pertumbuhan kearah dan ke dalam berbagai lapangan hidup.
4.      Hoffman (berorientasikan pada teori resonansi psikis) merupakan suatu masa pembentukan sikap-sikap terhadap segala sesuatu yang dialami individu.
5.      Conger (yang menekankan pada pendekatan interdisipliner dalam pemahamannya terhadap kehidupan remaja masa kini) sebagai suatu masa yang amat kritis yang mungkin dapat merupakan the best of time and the worst of time. 

B.     Proses Penyesuaian Diri
                                           Penyesuaian diri adalah proses bagaimana individu mencapai keseimbangan diri dalam memenuhi kebutuhan sesuai dengan lingkungan. Seperti kita ketahui bahwa penyesuaian yang sempurna tidak pernah tercapai.Penyesuaian yang sempurna terjadi jika manusia atau indvidu selalu dalam keadaan seimbang antara dirinya dengan lingkungannya di mana tidak ada lagi kebutuhan yang tidak terpenuhi, dan di mana semua fungsi organisme atau individu berjalan dengan normal.Sekali lagi, bahwa penyesuaian yang sempurna seperti itu tidak pernah dapat dicapai. Oleh karena itu penyesuaian diri lebih bersifat suatu proses sepanjang hayat (lifelong process), dan manusia terus-menerus berupaya menemukan dan mengatasi tekanan dan tantangan hidup guna mencapai pribadi yang sehat.
Proses penyesuaian diri menurut Schneiders (1984), melibatkan tiga unsur yangakan mewarnai kualitas proses penyesuaian diri individu yaitu :
1.      Motivasi dan Proses Penyesuaian Diri
Motivasi sama dengan kebutuhan, perasaan, dan emosi merupakan kekuatan internal yang menyebabkan ketegangan dan ketidakseimbangan dalam organisme.  
2.      Sikap terhadap realitas dan Proses Penyesuaian Diri
Secara umum dapat dikatakan sikap yang sehat terhadap realitas dan kontak yang baik terhadap realitas sangat diperlukan bagi penyesuaian diri yang sehat.
3.      Pola Dasar Penyesuaian Diri
Dalam proses penyesuaian diri sehari-hari terdapat suatu pola dasar penyesuaian diri. Misalnya : seorang anak membutuhkan kasih sayang dari orang tuanya yang selalu sibuk. dalam situasi tersebut anak akan frustasi dan berusaha menemukan pemecahan yang berguna mengurangi ketegangan antara kebutuhan akan kasih sayang dengan frustasi yang dialami. Dalam beberapa hal, respon pengganti tidak tersedia, sehingga individu mencari suatu respon lain yang akan memuaskan motivasi dan mereduksi ketegangan.
Individu dikatakan berhasil dalam melakukan penyesuaian diri apabila ia dapat memenuhi kebutuhannya dengan cara-cara yang wajar atau apabila dapat diterima oleh lingkungan tanpa merugikan atau mengganggu lingkungannya.


C.    Karakteristik Penyesuaian Diri
Penyesuaian diri remaja memiliki karakteristik yang khas, yang dapat dilihat berbagai sisi, yaitu sebagai berikut :
1.      Penyesuaian Diri Remaja terhadap Peran dan Identitasnya
Tujuannya adalah memperoleh identitas diri yang semakin jelas dan dapat dimengerti serta diterima oleh lingkumgannya, baik lingkungan keluarga, sekolah, ataupun masyarakat.
2.      Penyesuaian Diri Remaja terhadap Pendidikan
Pada umumnya, para remaja berjuang untuk meraih kesuksesan dalam belajar, tetapi dengan cara-cara yang menimbulkan perasaan bebas dan senang, terhindar dari tekanan dan konflik, atau bahkan frustasi.
3.      Penyesuaian Diri Remaja terhadap Kehidupan Seks
Secara keseluruhan, remaja ingin memahami kondisi seksual dirinya dan lawan jenisnyaserta mampu bertindak untuk menyalurkan dorongan seksualnya yang dapat dimengerti dan dapat dibenarkan oleh norma sosial dan agama.
4.      Penyesuaian Diri Remaja terhadap Norma Sosial
Penyesuaian diri remaja terhadap norma sosial mengarah pada dua dimensi, yaitu remaja ingin diakui keberadaannya dalam masyarakat dan remaja ingin bebas menciptakan aturan-aturan tersendiri yang lebih sesuai untuk kelompoknya, tetapi menuntut agar dapat dimengerti dan diterima oleh masyarakat dewasa.

5.      Penyesuaian Diri Remaja terhadap Waktu Luang
Dalam konteks ini upaya yang harus dilakukan oleh remaja adalah melakukan penyesuaian antara dorongan kebebasannya serta inisiatif dan kreativitasnya dengan kegiatan-kegiatan yang bermanfaat agar dapat berguna bagi dirinya maupun orang lain.
6.      Penyesuaian Diri Remaja terhadap Uang
Remaja berusaha untuk mampu bertindak secara proporsional, melakukan penyesuaian antara kelayakan pemenuhan kebutuhannya dengan kondisi ekonomi orang tuanya.
7.      Penyesuaian Diri remaja terhadap Kecemasan, Konflik, dan Frustasi
Menurut Signund Freud (Corey, 1989), strategi yang digunakan untuk mengatasi masalah kecemasan, konflik, dan frustasi adalah menggunakan mekanisme pertahanan diri (defence mechanism) seperti kompensasi, rasionalisasi, proyeksi, sublimasi, identifikasi, regresi, dan fiksasi.

D.    Faktor-faktor yang mempengaruhi Proses Penyesuaian Diri
Secara keseluruhan kepribadian mempunyai fungsi sebagai penentu primer terhadap penyesuaian diri. Penetu berarti faktor yang mendukung, mempengaruhi, atau menimbulkan efek pada proses penyesuaian. Secara sekunder proses penyesuaian ditentukan oleh faktor-faktor yang menentukan kepribadian itu sendiri baik internal maupun eksternal. Penentu penyesuaian identik dengan faktor-faktor yang mengatur perkembangan dan terbentuknya pribadi secara bertahap.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi proses penyesuaian diri tersebut diantaranya adalah:
1.      Kondisi Jasmaniah
Kondisi jasmaniah seperti pembawaan dan struktur atau konstitusi fisik dan tempramen sebagai disposisi yang diwariskan, aspek perkembangannya secara intrinsik berkaitan erat dengan susunan atau konstitusi tubuh.Shekdon mengemukakan bahwa terdapat korelasi yang tinggi antara tipe-tipe bentuk tubuh dan tipe-tipe tempramen (Moh.Surya, 1977).Misalnya orang yang tergolong ektomorf yaitu yang ototnya lemah, tubuhnya rapuh, ditandai dengan sifat-sifat menahan diri, segan dalam aktivitas sosial, pemalu, dan sebagainya.Di samping itu, kesehatan dan penyakit jasmaniah juga berhubungan dengan penyesuaian diri.Kualitas penyesuaian diri yang baik hanya dapat diperoleh dan dipelihara dalam kondisi kesehatan jasmaniah yang baik pula.
2.    Perkembangan dan Kematangan
Dalam proses perkembangan, respon anak berkembang dari respon yang bersifat instinktif menjadi respon yang diperoleh melalui belajar dan pengalaman. Dengan bertamabahnya usia perubahan dan perkembangan respon, tidak hanya melalui proses belajar saja melainkan anak juga menjadi matang untuk melakukan respon dan ini menentukan pola-pola penyesuaian dirinya. Sesuai dengan hukum perkembangan, tingkat kematangan yang dicapai berbeda antara individu yang satu dengan lainnya, sehingga pencapaian pola-pola penyesuaian diri pun berbeda pula secara individual.

3.    Psikologis
Banyak sekali faktor psikologis yang mempengaruhi penyesuaian diri, di antaranya adalah :
1.)  Pengalaman
Tidak semua pengalaman mempunyai arti bagi penyesuaian diri.Pengalaman-pengalaman tertentu yang mempunyai arti dalam penyesuaian diri adalah pengalaman yang menyenangkan dan pengalaman traumatik atau menyusahkan.
2.)  Belajar
Proses belajar merupakan suatu dasar yang fundamental dalam proses penyesuaian diri, karena melalui belajar ini akan berkembang pola-pola respon yang akan membentuk kepribadian.
3.)  Determinasi diri
Dalam proses penyesuaian diri, di samping ditentukan oleh faktor-faktor tersebut di atas, orangnya itu sendiri menentukan dirinya, terdapat faktor kekuatan yang mendorong untuk mencapai sesuatu yang baik atau buruk, untuk mencapai taraf penyesuaian yang tinggi, dan atau merusak diri. Faktor-faktor itulah yang disebut determinasi diri.


4.)  Konflik dan penyesuaian
Ada beberapa pandangan bahwa semua konflik bersifat mengganggu atau merugikan.Namun dalam kenyataan ada juga seseorang yang mempunyai banyak konflik tanpa hasil-hasil yang merusak atau merugikan.Sebenarnya, beberapa konflik dapat bermanfaat memotivasi sesorang untuk meningkatkan kegiatan. Cara sesorang mengatasi konfliknya dengan meningkatkan usaha ke arah pencapaian tujuan yang menguntungkan secara sosial, atau mungkin sebaliknya ia memecahkan konflik dengan melarikan diri, khususnya lari ke dalam gejala-gejala neourotis.
4.      Lingkungan
Adapun beberapa faktor lingkungan yang mempengaruhi penyesuaian diri adalah :
1.)      Pengaruh rumah dan keluarga
Faktor rumah dan keluarga merupakan satuan kelompok sosial terkecil.Interaksi sosial yang pertama diperoleh individu adalah dalam keluarga. Kemampuan interaksi sosial ini kemudian akan dikembangkan di masyarakat.
2.)      Hubungan orang tua dan anak
Pola hubungan antara orang tua dengan anak akan mempunyai pengaruh terhadap proses penyesuaian diri anak-anak. Beberapa pola hubungan yang dapat mempengaruhi penyesuaian diri antara lain, menerima (acceptance), menghukum dan disiplin yang berlebihan, memanjakan dan melindungi anak secara berlebihan, serta penolakan.
3.)      Hubungan saudara
Suasana hubungan saudara yang penuh persahabatan, kooperatif, saling menghormati, penuh kasih sayang, mempunyai kemungkinan yang lebih besar untuk tercapainya penyesuaian yang lebih baik.Sebaliknya suasana permusuhan, perselisihan, iri hati, kebencian, dan sebagainya dapat menimbulkan kesulitan dan kegagalan penyesuaian diri.
4.)      Masyarakat
Keadaan lingkungan masyarakat di mana individu berada merupakan kondisi yang menentukan proses dan pola-pola penyesuaian diri. Kondisi studi menunjukkan bahwa banyak gejala tingkah laku salah satu bersumber dari keadaan masyarakat.
5.)      Sekolah
Sekolah mempunyai peranan sebagai media untuk mempengaruhi kehidupan intelektual, sosial, dan moral para siswa. Suasana di sekolah baik sosial maupun psikologis menentukan proses dan pola penyesuaian diri.

5.      Kultural dan agama
Lingkungan kultural di mana individu berada dan berinteraksi akan menentukan pola-pola penyesuaian dirinya. Contohnya tata cara kehidupan di sekolah, di mesjid, gereja, dan semacamnya akan mempengaruhi bagaimana anak menempatkan diri dan bergaul dengan masyarakat sekitarnya. Sedangkn agama memberikan suasana psikologis tertentu dalam mengurangi konflik, frustasi dan ketegangan lainnya. Agama juga memberikan suasana damai dan tenang bagi anak, serta agama merupakan sumber nilai, kepercayaan dan pola-pola tingkah laku yang akan memberikan tuntunan bagi arti, tujuan, dan kestabilan hidup umat manusia.
Soetarno (1993) mengemukakan bahwa pada dasamya mengadakan hubungan dengan manusia lain mengandung suatu pengertian yang lebih luas, yakni mengadakan hubungan dengan lingkungan. Lingkungan ini meliputi lingkungan fisik, yakni alam benda-benda yang kongkrit, dan lingkungan non fisik misalnya kevakinan ide-ide dan falsafah yang terdapat di lingkungan individu itu. Individu manusia selalu mengadakan hubungan dengan individu lain baik secara fisik, psikis maupun rohani karena hubungan dengan lingkungan dapatmenggiatkan dan merangsang perkembangan atau pemberian sesuatu yang ia perlukan. Tanpa hubungan ini seseorang tidak dapat dikatakan individu lagi.

E.     Permasalahan-Permasalahan Penyesuaian Diri Remaja
Tingkat penyesuaian diri dan pertumbuhan remaja sangat tergantung pada sikap orang tua dan suasana psikologi dan sosial dalam keluarga.Contoh : sikap orang tua yang menolak. Penolakan orang tua terhadap anaknya dapat dibagi menjadi dua macam.Pertama, penolakan mungkin merupak penolakan tetap sejak awal, di mana orang tua merasa tidak sayang kepada anakanya, karena berbagai sebab, mereka tidak menhendaki kelahirannya. Menurut Boldwyn yang dikutip oleh Zakiah Darajat (1983): “bapak yang menolak anaknya berusaha menundukkan anaknya dengan kaidah-kaidah kekerasan, karena itu ia mengambil ukuran kekerasan, kekejaman tanpa alasan nyata.” Jenis kedua, dari penolakan adalah dalam bentuk berpura-pura tidak tahu keinginan anak. Contoh: orang tua memberi tugas kepada anaknya berbarengan dengan rencana anaknya untuk pergi nonton bersama dengan teman sejawatnya.
Sikap orang tua yang otoriter, yaitu yang memaksakan kekuasaan dan otoritas kepada remaja juga akan menghambat proses penyesuaian diri remaja. Biasanya remaja berusaha untuk menentang kekuasaan orang tua dan pada gilirannya ia akan cenderung otoriter terhadap teman-temannya dan cenderung menentang otoritas yang ada baik di sekolah maupun di masyarakat.
Permasalahan-permasalahan penyesuaian diri yang dihadapi remaja dapat berasal dari suasana psikologis keluarga seperti keretakan keluarga. Banyak penelitian membuktikan bahwa remaja yang hidup di dalam rumah tangga yang retak, mengalami masalah emosi, tampak padanya ada kecenderungan yang besar untuk marah, suka menyendiri, di samping kurang kepekaaan terhadap penerimaan sosial dan kurang mampu menahan diri serta lebih gelisah dibandingkan dengan remaja yang hidup dalam rumah tangga yang wajar. Terbukti pula bahwa kebanyakan anak-anak yang dikeluarkan dari sekolah karena tidak dapat menyesuaikan diri adalah mereka yang datang dari rumah tangga yang pecah atau retak itu.
Selain itu penyesuaian diri remaja dengan kehidupan di sekolah. Permasalahan penyesuaian diri di sekolah mungkin akan timbul ketika remaja mulai memasuki jenjang sekolah yang baru, baik sekolah lanjutan pertama maupun sekolah lanjutan atas. Mereka mungkin mengalami permasalahan penyesuaian diri dengan guru-guru, teman, dan mata pelajaran. Sebagai akibat antara lain adalah prestasi belajar menjadi menurun dibanding dengan prestasi di sekolah sebelumnya.
Pemasalahan lain yang mungkin timbul adalah penyesuaian diri yang berkaitan dengan kebiasaan belajar yang baik. Bagi siswa yang baru masuk sekolah lanjutan mungkin mengalami kesulitan dalam membagi waktu belajar, yakni adanya pertentangan antara belajar dan keinginan untuk ikut aktif dalam kegiatan sosial, kegiatan ekstra kurikuler, dan sebagainya.

F.     Impliksai Proses Penyesuaian Remaja terhadap Penyelenggaraan Pendidikan.
Lingkungan sekolah mempunyai pengaruh yang besar terhadap perkembangan jiwa remaja.Sekolah selain mengemban fungsi pengajaran juga fungsi pendidikan.Dalam kaitannya dengan pendidikan ini, peranan sekolah pada hakikatnya tidak jauh dari peranan keluarga, yaitu sebagai rujukan dan tempat perlindungan jika anak didik mengalami masalah.
Adapun beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk memperlancar proses penyesuaian diri remaja khususnya di sekolah adalah :
1.      Menciptakan situasi sekolah yang dapat menimbulkan rasa betah bagi anak didik, baik secara sosial, fisik maupun akademis.
2.      Menciptakan suasana belajar mengajar yang menyenangkan bagi anak.
3.      Usaha memahami anak didik secara menyeluruh, baik prestasi belajar, sosial, maupun seluruh aspek pribadinya.
4.      Menggunakan metode dan alat mengajar yang menimbulkan gairah belajar.
5.      Menggunakan prosedur evaluasi yang dapat memperbesar motivasi belajar.
6.      Ruangan kelas yang memenuhi syarat-syarat kesehatan.
7.      Peraturan atau tata tertib yang jelas dan dipahami murid-murid.
8.      Teladan dari para guru dalam segala segi pendidikan.
9.      Kerja sama dan saling pengertian dari para guru dalam melaksanakan kegiatan pendidikan di sekolah.
10.  Pelaksanaan program bimbingan dan penyuluhan yang sebaik-baiknya.

BAB III
PENUTUP

1.      Kesimpulan
·         Penyesuaian diri adalah merupakan kemampuan aktivitas mental dan tingkah laku individu dalam menghadapi tuntutan baik dari dalam diri (personal) maupun dari lingkungan (sosial) demi memenuhi kebutuhan-kebutuhannya dengan penuh rasa bahagia dan memuaskan.
·            Proses penyesuaian diri menurut Schneiders (1984), melibatkan tiga unsur yang akan mewarnai kualitas proses penyesuaian diri individu, yakni motivasi dan proses penyesuaian diri, sikap terhadap realitas dan proses penyesuaian diri, serta pola dasar penyesuaian diri.
·            Penyesuaian diri remaja memiliki karakteristik yang khas, yang dapat dilihat berbagai sisi, yakni penyesuaian diri terhadap peran dan identitasnya, pendidikan, kehidupan seks, norma sosial, waktu luang, uang, kecemasan, konflik, dan frustasi.
·            Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi proses penyesuaian diri tersebut diantaranya adalah kondisi jasmaniah, perkembangan dan kematangan, psikologis, lingkungan, serta kultural dan agama.
·            Permasalahan-permasalahan penyesuaian diri yang dihadapi remaja dapat berasal dari suasana psikologis keluarga seperti keretakan keluarga. Banyak penelitian membuktikan bahwa remaja yang hidup di dalam rumah tangga yang retak, mengalami masalah emosi, tampak padanya ada kecenderungan yang besar untuk marah, suka menyendiri, di samping kurang kepekaaan terhadap penerimaan sosial dan kurang mampu menahan diri serta lebih gelisah dibandingkan dengan remaja yang hidup dalam rumah tangga yang wajar.
·            Lingkungan sekolah mempunyai pengaruh yang besar terhadap perkembangan jiwa remaja. Sekolah selain mengemban fungsi pengajaran juga fungsi pendidikan. Dalam kaitannya dengan pendidikan ini, peranan sekolah pada hakikatnya tidak jauh dari peranan keluarga, yaitu sebagai rujukan dan tempat perlindungan jika anak didik mengalami masalah.

2.      Saran
Sebagai penyusun kami merasa masih ada kekurangan dalam pembuatan makalah ini, oleh karena itu kami mohon kritik dan sarandari pembaca untuk kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA

Sari, J. et al. 2013. Perkembangan Peserta Didik Problematika Remaja SMP
Sarlito Wirawan Sarwono. 1997. Psikologi Remaja. Jakarta: Gramedia.
Sunarto, H. & Hartono, Agung.1998.  Perkembangan Peserta Didik.  Jakarta: Rineka Cipta.
Universitas Islam Indonesia. 2012. Penyesuaian Diri Remaja Putus Sekolah
Syamsudin Makmun, Abin. 2012. Psikologi Kependidikan. Bandung : PT Remaja Rosdakarya